New York, LIPO-Sidang tahunan Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat (AS) diawali dengan KTT mengenai imigran dan pengungsi pada Senin 19 September 2016 malam waktu setempat. Pimpinan delegasi Indonesia, Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla, mengawali KTT dengan berpidato di hadapan 193 negara anggota PBB.
"Masyarakat internasional harus bekerja sama lebih erat guna mengatasi berbagai tragedi kemanusiaan yang dialami para migran," tegas JK, seperti dimuat dalam situs Kementerian Luar Negeri Indonesia, Selasa (20/9/2016).
Pria asal Watampone, Sulawesi Selatan itu juga menekankan pentingnya kerja sama internasional berdasarkan prinsip burden-sharing (berbagi beban) dan shared-responsibility (berbagi tanggung jawab) sebagai salah satu kunci penyelesaian isu migrasi, mengingat tidak ada satu pun negara yang dapat menanggung sendiri penyelesaian isu tersebut.
"Burden-sharing dan shared-responsibility bukan berarti tanggung jawabnya dibagi rata, tetapi semua pihak harus dapat berkontribusi," sambung Wapres. Pria berusia 74 tahun itu menyatakan Indonesia dengan tangan terbuka dan secara konsisten memberikan bantuan kemanusiaan bagi para pengungsi meski bukan negara pihak pada Konvensi Pengungsi pada 1951.
"Saat ini ada hampir 14 ribu pengungsi dari berbagai negara di Indonesia yang diberikan bantuan berupa penampungan sementara dan bantuan kemanusiaan. Indonesia punya pengalaman memberikan bantuan kepada lebih dari 250 ribu pengungsi antara 1975-1996 dari negara-negara tetangga saat meletus perang saudara. Indonesia mendedikasikan Pulau Galang bagi para pengungsi dan pencari suaka untuk diproses yang memakan waktu hingga 20 tahun," ucapnya.
Tantangan dalam menghadapi pengungsi dan pencari suaka saat ini lebih kompleks dibandingkan pengalaman Indonesia. Menurut JK, dibutuhkan pendekatan pencegahan dan penyelesaian akar masalah dalam mengatasi masalah migran saat ini.
JK menutup pidatonya dengan menyampaikan inisiatif dan kepemimpinan Indonesia dalam penanganan isu imigran di kawasan melalui Bali Process. Inisiatif tersebut menjadi model kerja sama utama di kawasan bagi pembahasan isu-isu pengungsi dan migrasi dengan mengedepankan penyelesaian masalah lewat burden-sharing, shared-responsibility, dan pendekatan pencegahan, serta penyelesaian akar masalah.(lipo*3/okz)
"Masyarakat internasional harus bekerja sama lebih erat guna mengatasi berbagai tragedi kemanusiaan yang dialami para migran," tegas JK, seperti dimuat dalam situs Kementerian Luar Negeri Indonesia, Selasa (20/9/2016).
Pria asal Watampone, Sulawesi Selatan itu juga menekankan pentingnya kerja sama internasional berdasarkan prinsip burden-sharing (berbagi beban) dan shared-responsibility (berbagi tanggung jawab) sebagai salah satu kunci penyelesaian isu migrasi, mengingat tidak ada satu pun negara yang dapat menanggung sendiri penyelesaian isu tersebut.
"Burden-sharing dan shared-responsibility bukan berarti tanggung jawabnya dibagi rata, tetapi semua pihak harus dapat berkontribusi," sambung Wapres. Pria berusia 74 tahun itu menyatakan Indonesia dengan tangan terbuka dan secara konsisten memberikan bantuan kemanusiaan bagi para pengungsi meski bukan negara pihak pada Konvensi Pengungsi pada 1951.
"Saat ini ada hampir 14 ribu pengungsi dari berbagai negara di Indonesia yang diberikan bantuan berupa penampungan sementara dan bantuan kemanusiaan. Indonesia punya pengalaman memberikan bantuan kepada lebih dari 250 ribu pengungsi antara 1975-1996 dari negara-negara tetangga saat meletus perang saudara. Indonesia mendedikasikan Pulau Galang bagi para pengungsi dan pencari suaka untuk diproses yang memakan waktu hingga 20 tahun," ucapnya.
Tantangan dalam menghadapi pengungsi dan pencari suaka saat ini lebih kompleks dibandingkan pengalaman Indonesia. Menurut JK, dibutuhkan pendekatan pencegahan dan penyelesaian akar masalah dalam mengatasi masalah migran saat ini.
JK menutup pidatonya dengan menyampaikan inisiatif dan kepemimpinan Indonesia dalam penanganan isu imigran di kawasan melalui Bali Process. Inisiatif tersebut menjadi model kerja sama utama di kawasan bagi pembahasan isu-isu pengungsi dan migrasi dengan mengedepankan penyelesaian masalah lewat burden-sharing, shared-responsibility, dan pendekatan pencegahan, serta penyelesaian akar masalah.(lipo*3/okz)