KPK Dinilai Belum Urgen di Daerah

Kamis, 31 Agustus 2017 | 08:42:18 WIB
Sekjen Adeksi Ahmad Gunawan/net
JAKARTA, LIPO- Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (Adeksi) menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak perlu ada di daerah jika kepolisian dan kejaksaan bisa bekerja dengan baik di daerah.

Karena itu, Adeksi meminta kepolisian dan kejaksaan dituntut untuk dapat bekerja secara luar biasa di daerah. "Sebaliknya jika tidak bekerja sesuai yang diharapkan oleh rakyat maka KPK akan turun secara langsung ke daerah," kata Sekjen Adeksi Ahmad Gunawan dalam rapat dengar pendapat umum dengan Pansus Angket KPK, di Gedung DPR, Rabu (30/08).

Ditegaskan, regulasi harus dibuat dengan jelas. Hukum harus memberi keadilan dan kepastian hukum, serta harus memberikan manfaat hukum secara jelas. "Saat ini masih mengambang,” ucap Ahmad Gunawan.

Dikatakan, sekiranya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 telah menjadikan sebuah institusi itu menjadi super body, maka perlu di revisi. “Undang-undang adalah produk hukum, dan hukum itu bersifat dinamis. Ada tiga cakupan fungsi hukum yakni ada kepastian hukum, keadilan hukum, dan ada kemanfaatan hukum,” ujarnya.

Senada dengan Adeksi, perwakilan dari Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apkasi) juga mengatakan, masalah peran KPK di daerah sebenarnya tidak terlalu urgen, karena di daerah telah ada Kejaksaan, Kepolisian, dan lembaga lain seperti Saber Pungli yang semuanya bertujuan untuk mengatasi masalah korupsi yang ada di Indonesia.

Keberadaan Pansus Angket KPK DPR dinilainya sesuatu hal yang wajar. Karena DPR ingin memberikan masukan dan teguran kepada KPK yang bersifat independen terhadap adanya regulasi yang mungkin dilanggar atau tidak sesuai penerapannya kepada masyarakat.

“Kami selaku kepala daerah, kadangkala ada rasa takut menjadi sasaran utama. Hampir setiap bulan ada saja kepala daerah yang ditangkap tangan. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai lembaga anti korupsi, setidaknya KPK harus melihat terlebih dahulu masalah yang terjadi sebenarnya. Apakah benar-benar murni kasus korupsi, atau mungkin saja itu ada kasus politiknya,” pungkasnya.

Setelah hampir 20 tahun usia reformasi di negeri ini, tindak pidana korupsi masih belum hilang. Padahal, sudah ada KPK yang berdiri untuk memberantasnya. Ini jadi pertanyaan mendasar setelah KPK terbentuk 15 tahun lalu.

Sementara itu Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa menyatakan, KPK dibentuk untuk menyelamatkan keuangan negara dari penyelewengan yang dilakukan para pejabara pusat maupun daerah.
 
Namun, persoalannya kata Agun, KPK hanya mementingkan penindakan daripada pencegahan yang membuat para pejabat daerah takut menggunakan anggaran.

Selain itu, Agun menilai fungsi koordinasi KPK dengan lembaga lainnya juga sangat lemah karena KPK jalan sendiri tanpa koordiansi dan kontrol.
 
“Kita termasuk bertanya-tanya, kok, jadi begini. Kok, banyak orang jadi kuasa pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen, malah pada takut. Jadi bendaharawan aja takut. Akhirnya daya serap anggaran pun rendah,” jelas Agun.

Melihat fenomena yang terjadi di daerah tersebut, jelas Agun, menjadi alasan bagi Pansus Angket KPK mengundang asosiasi pemerintahan daerah dan DPRD seluruh Indonesia untuk memberi masukan menyangkut penggunaan anggaran daerah sejak KPK berdiri.
 
“Kami ingin dapat masukan bagaimana setelah 15 tahun KPK berdiri terhadap penggunaan dan pengelolaan APBD. Asosiasi pemerintahan dan dewan kita undang untuk ikut terlibat. Saran dan masukan mereka seperti apa. Itu kita butuhkan, supaya kesimpulan yang kita buat bisa berlaku dari Sabang sampai Merauke,” jelas Agun.(lipo*3/net)

Terkini