JAKARTA, LIPO - Komisi II DPR merampungkan hasil uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) calon anggota KPU dam Bawaslu masa bakti 2022-2027 Kamis (17/2), dini hari. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mempertanyakan proses pengambilan keputusan yang dilakukan secara tertutup oleh Komisi II tersebut.
"Dini hari pemilihan dilakukan secara tertutup yang tidak dapat disaksikan oleh publik. Sehingga menjadi pertanyaan bagaimanakan metode penentuan ranking yang dibuat, apa yang menjadi dasar penentuan rangking tersebut," kata peneliti Perludem, Heroik Pratama dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/2).
Pertanyaan semakin besar ketika nama-nama yang terpilih itu sama dengan daftar nama yang beredar melaui pesan berantai sebelu fit and proper tes dimulai. Menurut Heroik, hal tersebut justru berbeda dengan proses pemilhan anggota KPU dan Bawaslu dua periode yang lalu.
Pada tahun 2012 dan 2017, publik bisa melihat secara langsung proses pemungutan suara yang dilakukan oleh Komisi II saat memilih Anggota KPU dan Bawaslu. Selain itu, dirinya juga menyayangkan keputusan DPR yang kembali mempertahankan tradisi hanya memilih satu orang perempuan sebagai anggota KPU dan Bawaslu.
Heroik menjelaskan, padahal di tengah dorongan publik yang sangat kuat, serta tersedianya calon anggota KPU dan Bawaslu perempuan yang berkompeten dan berintegritas, Komisi II DPR punya kesempatan untuk melaksanakan mandat UU Pemilu memilih 30 persen perempuan dari komposisi anggota KPU dan Bawaslu. "Adanya Ketua DPR perempuan untuk pertama kalinya ternyata juga tidak berdampak signifikan terhadap sikap politik parpol di parlemen, terhadap pemenuhan keterwakilan perempuan di KPU dan Bawaslu," kata dia.
Perludem juga melihat Pemilu 2024 memiliki tantangan yang sangat berat dan kompleks. Salah satunya adalah menghadapi himpitan tahapan pemilu dan pemilihan kepala daerah.
"Penyelenggara pemilu terpilih mesti merancang manajemen pemilu yang efektif, rasional, dan transparan. Sehingga pelaksanaan pemilu dan pilkada tetap berada dalm koridor nilai-nilai demoratis dan berintegritas," kata dia.
Heroik juga mengatakan, para penyelenggara pemilu akan menghadapi ujian integritas sepanjang waktu. Ia mewanti agar kasus yang enimpa mantan komisioner KPU, Wahyu Setyawan tidak terulang. "Ini yang harus dijaga betul oleh anggota KPU dan Bawaslu terpilih. Sebab , perbuatan yang melanggar integritas, tidak hanya akan merusak individu penyelenggara, tapi juga trust terhadap penyelenggaraan pemilu, dan merusak demokrasi Indonesia," kata dia.(lipo*3/rol)