JAKARTA, LIPO - Kasus dugaan penganiayaan terhadap anak petinggi GP Ansor, David (korban), terus bergulir. Bahkan, berbuntut panjang berimbas pada ayah Mario yakni Rafael Alun Trisambodo (RAT) yang mundur dari jabatannya sekaligus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Menyimak persoalan itu, Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie, memberi pandangan atas kasus ini.
Tholabi Kharlie menyebutkan, terdapat dua aspek yang harus dituntaskan dari kasus kekerasan yang menimpa David. Dua hal tersebut, kata Tholabi harus diselesaikan secara paralel dan simultan.
"Saya melihat ada dua hal yang harus dituntaskan dari kasus ini. Pertama, soal tindak kekerasan yang menimpa David. Penegakan hukum atas tindakan kekerasan harus diusut secara transparan. Hambatan yang kesannya muncul di publik, sebaiknya dituntaskan oleh polisi," kata Tholabi di Jakarta, Rabu (01/03/2023).
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengingatkan kekerasan yang menimpa David menjadi momentum baik bagi Polri untuk meningkatkan kepercayaan di tengah publik.
"Saya kira, ini kesempatan baik bagi Polri untuk merebut kembali kepercayaan publik setelah sebelumnya merosot imbas kasus Sambo. Kuncinya, tegakkan hukum, hilangkan hambatan-hambatan, dan tegak lurus bekerja sesuai alat bukti dan aturan hukum yang berlaku," saran Tholabi.
Aspek kedua dalam kasus kekerasan yang menimpa David, Tholabi menyebutkan persoalan kepemilikan harta jumbo yang dimiliki bekas pejabat eselon III di Ditjen Pajak juga harus diklarifikasi secara transparan dan akuntabel. Menurut dia, klarifikasi itu penting untuk mengonfirmasi pelaksanaan reformasi birokrasi di instansi pemerintah.
"Kita dulu pernah dikejutkan kasus Gayus Tambunan. Harapannya, dari kasus tersebut, semua berbenah dan tak ada lagi kasus serupa. Di situ pentingnya klarifikasi atas kepemilikan harta jumbo milik Rafael," sebut Tholabi.
Dia berharap dari kasus yang menjadi perhatian publik ini semua pihak dapat mengambil hikmah untuk melakukan pembenahan baik dalam aspek keluarga maupun aspek kenegaraan.
"Kasus ini menjadi pelajaran kita semua pertama soal konsolidasi di keluarga melalui penempaan akhlak itu menjadi penting. Kedua, aspek pengawasan dalam organisasi pemerintahan itu penting," tandas Tholabi.
Untuk diketahui, akibat peristiwa dugaan kekerasan yang dilakukan anak petinggi pajak itu, institusi yang digawangi Menteri Sri Mulyani pun terus disorot. Mulai dari gaya hidup yang terkesan hedon, hingga laporan harta kekayaan sejumlah pegawai pajak ke LHKPN.
Gaya hidup pamer kemewahan pegawai pajak kini menjadi konsumsi publik. Tanggapan miring pun ramai ditujukan kepada oknum pegawai pajak yang seakan menikmati kemewahan hasil dari keringat masyarakat.
Menyoal gaya hidup mewah yang sering diumbar ke ruang publik seperti kendaraan mewah dan hobi mengendarai motor gede (moge) pun mendapat cibiran.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani meminta komunitas pegawai pajak yang menyukai naik motor gede (moge) dalam klub Blasting Rijder DJP dibubarkan.
Permintaan ini dilakukan Sri Mulyani lantaran beredar di berbagai media foto Dirjen Pajak Kemenkeu Suryo Utomo mengendarai Moge bersama klub Blasting Rijder DJP.
"Meminta agar klub Blasting Rijder DJP dibubarkan," kata Sri Mulyani dalam akun Instagram resminya, Ahad (26/02/23), sebagaimana dilansir CNN Indonesia.
Sri Mulyani berpendapat hobi dan gaya hidup para pejabat mengendarai moge justru menimbulkan persepsi negatif masyarakat. Gaya hidup ini pula, lanjut dia, telah menimbulkan kecurigaan mengenai sumber kekayaan para pegawai pajak.
Ia juga menilai para pejabat yang mengendarai moge itu telah melanggar asas kepatutan meski dibeli dengan uang gaji resmi.
Menkeu Sri Mulyani sendiri berdasarkan LHKPN 2021 yang dilansir CNN indonesia pada 27 Februari 2023, tercatat memiliki Honda Rebel CMX500 tahun 2019, hasil sendiri senilai Rp 145 juta. (*1)
Sumber: CNN Indonesia