PEKANBARU, LIPO - Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pendamping Masyarakat dan Desa Nusantara (DPP APMDN) mengecam kebijakan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendesa PDT) yang dianggap melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak terhadap ribuan Tenaga Pendamping Profesional (TPP). PHK ini dinilai melanggar aturan yang berlaku dan merugikan hak-hak pekerja.
Dalam siaran pers yang dikeluarkan pada 6 Maret 2025, DPP APMDN menyoroti dua masalah utama terkait kebijakan Kemendesa PDT. Pertama, pemutusan kontrak kerja sepihak terhadap sekitar 2.000 TPP yang seharusnya memenuhi syarat perpanjangan kontrak berdasarkan Keputusan Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi Nomor 143 Tahun 2022. Syarat tersebut meliputi nilai evaluasi kinerja minimal B, surat permohonan perpanjangan kontrak, dan daftar riwayat hidup (CV).
Kedua, TPP yang telah ditetapkan berdasarkan SK Kepala BPSDM Kemendesa PDT Tahun 2025 dihadapkan pada persyaratan tambahan yang dinilai tidak berdasar, yaitu penandatanganan Surat Pernyataan yang berisi empat klausul. Klausul tersebut antara lain menyatakan bahwa TPP tidak pernah melanggar Undang-Undang Pemilu, bersedia diberhentikan jika terbukti mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, dan siap mengembalikan kerugian negara jika terjadi.
DPP APMDN menilai surat pernyataan ini bertentangan dengan regulasi sebelumnya, termasuk Peraturan Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi No 4 Tahun 2023, serta Keputusan Menteri Nomor 143 Tahun 2022.
Selain itu, surat pernyataan tersebut dinilai bersifat retroaktif dan tidak sejalan dengan surat-surat resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Kemendesa PDTT yang telah meloloskan calon anggota legislatif dari kalangan TPP.
Berdasarkan data, sekitar 1.077 TPP telah terpilih sebagai anggota legislatif pada Pemilu 2024. Jika surat pernyataan tersebut tetap diberlakukan, mereka berpotensi mengalami PHK sepihak.
DPP APMDN telah mengirim surat kepada Ketua Komisi V DPR RI, Ombudsman RI, dan Kantor Staf Presiden (KSP) untuk meminta penjelasan dan pertanggungjawaban Menteri Desa dan PDT terkait kebijakan ini.
Mereka juga meminta agar mekanisme perpanjangan kontrak kerja TPP Tahun 2025 dikembalikan sesuai aturan yang berlaku, serta dilakukan audit forensik terhadap aplikasi perpanjangan kontrak TPP tahun 2024.
“Kami memohon kepada Komisi V DPR dan Ombudsman RI untuk memanggil Menteri Desa dan PDT guna meminta penjelasan atas kebijakan ini. Kami juga siap diundang untuk memberikan penjelasan lebih lanjut,” tegas Sukoyo, Ketua Umum DPP APMDN, dalam pers relese yang diterima liputanoke.com pada Jumat (07/03/25).
DPP APMDN berharap agar masalah ini segera ditindaklanjuti demi melindungi hak-hak TPP dan mencegah terjadinya ketidakadilan dalam proses perpanjangan kontrak kerja.*****