Soal Kasus Dana PI, Kejati Riau Dalami Keterlibatan Pihak Lain

Rabu, 10 Desember 2025 | 11:44:39 WIB

PEKANBARU, LIPO - Kejaksaan Tinggi Riau saat ini masih menyelidiki lebih lanjut dugaan korupsi dana Participating Interest (PI) 10 persen dari PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) tahun 2023-2024.

Perkembangan terbaru, penyidik Kejati Riau kemarin menetapkan seorang tersangka lagi berinisial Z, yang merupakan pengacara dari PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (SPRH).

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau Sutikno, mengatakan, terus mendalami keterkaitan pihak lain dalam kasus tersebut. Soal adanya kemungkinan campur tangan atau keterlibatan petinggi saat itu,  juga sedang didalami. 

"Betul ada kaitan kasus pengelolaan PI 10 persen ini dengan AS. Namun apakah yang bersangkutan terlibat atau tidaknya, tunggu," ujar Sutikno, Rabu (10/12/2025).

Pihaknya masih akan terus melakukan pendalaman apakah AS menjadi bagian di dalam kasus korupsi itu.

"Sejauh ini belum ada aliran dana ke AS. Apakah ada kemungkinan tersangka lain bisa terjadi, karena rangkaian peristiwa ini cukup banyak," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, penyidik Kejati Riau sebelumnya menangkap tersangka Z kemarin Senin, 8 Desember 2025 yang pada awalnya diperiksa sebagai saksi.

Setelah diamankan, ia kemudian dibawa ke kantor Kejati Riau untuk dilakukan pemeriksaan. Dan setelah diperiksa hingga hari ini, ia resmi ditetapkan sebagai tersangka.

Kepala Kejati Riau, Sutikno mengatakan, yang sebelumnya diamankan oleh penyidik, dikarenakan sudah 6 kali mangkir memenuhi panggilan penyidik.

“Z sudah enam kali mangkir dari panggilan penyidik,” kata Sutikno, Selasa (9/12/2025) malam.

Setelah pemeriksaan dan gelar perkara, terhadap Zulkifli, penyidik menyimpulkan alat bukti cukup. Ia kemudian ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat penetapan resmi dan langsung ditahan.

“Penetapan tersangka dilakukan berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor Tap.Tsk-08/L.4/Fd.2/12/2025 pada Selasa, 9 Desember 2025,” jelasnya.

Sutikno menjelaskan, Zulkifli diduga berperan dalam pengelolaan dana PI yang diterima perusahaan tersebut dari Blok Rokan.

Ia bersama Direktur Utama PT SPRH, Rahman, yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka, bersepakat melakukan transaksi jual beli kebun kelapa sawit seluas 600 hektar dengan nilai Rp 46,2 miliar.

Namun penyidikan menemukan bahwa lahan tersebut bukan milik Zulkifli, melainkan milik PT Jatim Jaya Perkasa. Meski demikian, transaksi tetap dilakukan dan pembayaran dilakukan dalam tiga tahap.

“Untuk pembayaran pertama, saksi R menerbitkan kwitansi sebesar Rp10 miliar yang ditandatangani tersangka Z. Namun uang tersebut tidak pernah diterima tersangka, melainkan digunakan saksi R untuk menutupi ketidaksesuaian pencatatan keuangan PT SPRH,” ungkapnya.

Pembayaran kedua dan ketiga dilakukan melalui transfer ke rekening pribadi Zulkifli di Bank Riau Kepri Syariah, yakni sebesar Rp20 miliar dan Rp16,2 miliar. Dana tersebut diduga dipakai untuk kepentingan pribadi dan mengalir kepada pihak lain, termasuk Rahman.

Berdasarkan perhitungan BPKP Perwakilan Riau, perbuatan ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp36,2 miliar, bagian dari total kerugian negara Rp64.221.498.127,60 dalam perkara pengelolaan dana PI.

Atas perbuatannya, Zulkifli disangka melanggar Pasal 2 jo. Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kejati Riau kemudian melakukan penahanan terhadap Zulkifli di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor PRINT-07/L.4/RT.1/Fd.2/12/2025 tertanggal 9 Desember 2025.*****

 

Terkini