PEKANBARU, LIPO - Perkara dugaan korupsi penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Sekolah Dasar (SD) Tahun Anggaran 2023 pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) dinyatakan lengkap.
Setelah dinyatakan lengkap atau P-21, perkara tersebut resmi dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk disidangkan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.
Kepala Kejati (Kajati) Riau, Sutikno, mengatakan pelimpahan tahap II dilakukan terhadap dua tersangka, yakni AA selaku Kepala Disdikbud Rohil sekaligus Pengguna Anggaran dan Pejabat Pembuat Komitmen, serta SYF selaku Ketua Tim Fasilitator Pelaksana.
"Berkas perkara atas nama tersangka AA dan tersangka SYF telah dinyatakan lengkap. Hari ini (kemarin, red) dilakukan pelimpahan tahap II untuk segera disidangkan," kata Sutikno, didampingi Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Marlambson Carel Williams, Asisten Intelijen Sapta Putra dan Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas, Zikrullah, Selasa (9/12).
Dalam penjelasannya, Sutikno menyebutkan bahwa berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Pergeseran Anggaran (DPPA) tertanggal 11 Mei 2023, terdapat 207 kegiatan rehabilitasi dan pembangunan gedung SD pada 41 sekolah dengan total realisasi anggaran Rp40.366.863.000 yang dicairkan dalam tiga tahap.
Namun, hasil penyidikan menemukan adanya penggunaan dana yang tidak sesuai peruntukan serta penyalahgunaan kewenangan yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp8.968.673.984. Modus yang terungkap antara lain pengambilan dana oleh tersangka AA sejak tahap I hingga III sebesar Rp7,65 miliar untuk kepentingan pribadi, serta pembayaran pinjaman dan pembayaran ke media dengan total Rp86,55 juta.
Selain itu, ditemukan pembayaran pembuatan surat pertanggungjawaban (SPJ) kepada 19 Tim Fasilitator Lapangan (TFL) senilai Rp403,66 juta, padahal para TFL telah menerima honor pendamping kegiatan penunjang DAK sebesar Rp665 juta. Terdapat pula belanja makan dan minum bagian keuangan senilai Rp1 juta, peminjaman uang kepada Sekretaris Dinas dan PPTK sebesar Rp394,76 juta yang telah dikembalikan dan disita, sisa uang pada bendahara pembantu sebesar Rp27,32 juta yang juga telah dikembalikan dan disita, serta pengambilan dana oleh tersangka SYF ke dua toko material sebesar Rp405,88 juta yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
"Seluruh perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara," tegas Sutikno.
Kerugian negara tersebut ditetapkan berdasarkan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari BPKP Perwakilan Provinsi Riau tertanggal 8 Oktober 2025. Untuk pemulihan kerugian keuangan negara, Kejati Riau juga telah menyita tiga bidang tanah beserta bangunan rumah yang berlokasi di Kecamatan Bukit Raya, Kota Pekanbaru, serta uang tunai sebesar Rp422.090.370.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terkait penahanan, Kejati Riau melakukan penahanan rutan terhadap tersangka SYF selama 20 hari ke depan terhitung sejak 9 hingga 28 Desember 2025 di Rumah Tahanan Negara Kelas I Pekanbaru. Sementara tersangka AA tidak dilakukan penahanan pada tahap penuntutan karena telah lebih dahulu ditahan oleh penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Rokan Hilir dalam perkara tindak pidana korupsi lainnya, yakni pembangunan SMP.
"Kami pastikan proses penegakan hukum berjalan profesional, transparan, dan akuntabel. Perkara ini menjadi komitmen Kejati Riau dalam menjaga integritas pengelolaan anggaran pendidikan," pungkas Sutikno.(***)