PEKANBARU, LIPO - Belasan ribu tenaga honorer di lingkungan pemerintah Provinsi Riau terancam jadi penganguran baru. Pasalnya hingga kini belum ada solusi yang kongkrit dari pemerintah bila kebijakan tenaga honorer ini benar-benar akan ditiadakan.
Berdasarkan data yang diperoleh, ada 19.690 tenaga honorer yang bekerja di Pemprov Riau, di 12 kabupaten/kota. Dari data yang masuk, paling banyak honorer tenaga pendidikan, terutama guru di kabupaten kota.
"Kita sudah mendata. Data yang masuk tenaga honorer kita ada sebanyak 19.690 orang, paling banyak di Dinas Pendidikan sekitar 13.284 tenaga administrasi termasuk guru honor yang tersebar di seluruh kabupaten kota, guru sekitar 8.000-an," kata Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Riau, Ikhwan Ridwan, Selasa (28/6/2022).
Sehubungan hal itu Gubernur Riau telah mengajukan kepada menteri terkait, salahsatu solusinya menjadikan tenaga honorer sebagai pegawai pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Namun, hingga kini belum ada tanggapan.
"Keinginan Gubernur ingin dijadikan tenaga honorer sebagai PPPK sudah kita disampaikan. Memang ada syaratnya juga untuk menjadikan PPPK, salah satunya harus sarjana karena yang SMA tidak bisa. Selain itu formasi tersedia. Nah sekarang sudah kita data lagi disusun mana tenaga honor kita yang tamat SMA dan yang Sarjana," terangnya.
Sementara, bila tenaga honor ini diganti menggunakan sistem kerjasama dengan pihak ketiga atau outsourcing (kontrak), sejumlah bidang pekerjaan tenaga honor tertentu belum memiliki petunjuk teknis yang jelas dari pusat.
Ikhwan Ridwan mengatakan, hanya tiga jenis perkerjaan yang bisa dilakukan kontrak. Yakni tenaga keamanan, kebersihan dan supir. Lalu, bagaimana dengan tenaga honorer guru?
"Untuk tindaklanjutnya, nanti akan ada rapat gubernur se-Indonesia membahas nasib honorer ini seperti apa. Mudah-mudahan ada solusinya," harapnya.
Soal penghapusan tenaga honorer, Menteri Koordinator Buidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, juga menegaskan bahwa kepala daerah yang tidak menjalankan apa yang menjadi aturan yang ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan PP Nomor 49 Tahun 2018, maka akan menjadi temuan dan diberikan sanksi.
"Pak Mahfud sudah memberikan statmen, jika kepala daerah tidak menjalankan sesuai PP yang telah dikeluarkan, maka dikenakan sanksi, karena jadi temuan. Tapi semua keputusan dari pemerintah pusat masih kita tunggu, dan akan ada pertemuan seluruh gubernur untuk membahas nasib tenaga honorer ini. Mudah-mudahan ada solusinya," pungkasnya. (*1/ckp)