Pantun di Tanah Melayu: Penata Budi, Menjaga Adab, Hingga Menegur Tanpa Melukai

Pantun di Tanah Melayu: Penata Budi, Menjaga Adab, Hingga Menegur Tanpa Melukai
Ilustrasi/F: LIPO

PEKANBARU, LIPO - Di tengah arus modernisasi, pantun yang merupakan warisan budaya melayu tetap eksis hingga saat ini sebagai salah satu media dalam berinteraksi.  

Hingga saat ini pantun tetap menjadi penanda kearifan lokal yang mengajarkan kehalusan tutur dan kedalaman makna. Ia tidak hanya sekedar rangkaian kata, tapi ada makna yang terkandung di dalamnya,  dan dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat. 

Dalam rangka Hari Pantun Nasional 2025, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Riau, Syahrial Abdi, mengatakan, bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam pantun dinilai relevan untuk membangun karakter masyarakat di tengah perubahan zaman. 

Menurutnya, dalam khazanah budaya Melayu, pantun memiliki fungsi sosial yang kuat. Pantun menjadi media komunikasi yang halus, santun, dan penuh kebijaksanaan dalam menyampaikan pesan, nasihat, maupun teguran.

“Pantun bukan sekadar merangkai kata yang berirama. Dalam tradisi Melayu, pantun adalah cara menata budi, menimbang rasa, dan menjaga adab dalam bertutur. Pantun mengajarkan bagaimana menegur tanpa melukai, menasehati tanpa menggurui, serta menyampaikan kebenaran dengan keindahan," ujarnya di Anjung Seni Idrus Tintin, Pekanbaru, Rabu (17/12/2025) malam.

Dijelaskan, bahwa pengakuan UNESCO terhadap pantun sebagai Warisan Budaya Takbenda pada tahun 2020 merupakan hasil dari ikhtiar panjang yang melibatkan banyak pihak. Berbagai tokoh lintas komunitas, lintas generasi bahkan melampaui batas negara terlibat dalam pengakuan dunia.

“Pengakuan UNESCO terhadap pantun lahir dari ikhtiar panjang, lintas generasi, lintas komunitas, dan bahkan lintas negara,” jelasnya.

Dalam proses tersebut, Provinsi Riau tercatat sebagai bagian penting dalam ekosistem pelestarian pantun. Bersama lembaga adat, akademisi, pegiat tradisi lisan, Pemprov Riau mengambil peran aktif dengan kesadaran bahwa pantun merupakan pusaka bersama yang harus dijaga melalui ilmu pengetahuan dan adat istiadat.

"Dalam RPJMD Provinsi Riau tahun 2025-2029, kami menempatkan kebudayaan Melayu sebagai ruh pembangunan. Pantun dipandang sebagai bagian penting dari kemajuan kebudayaan meliputi perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan serta sebagai instrumen pembentukan karakter dan literasi budaya masyarakat," terangnya.

Diungkapkan, pantun dipandang sebagai bagian penting dari kemajuan kebudayaan yang meliputi aspek perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan. Selain itu, pantun juga dijadikan instrumen pembentukan karakter dan literasi budaya masyarakat.

Ia menambahkan, Pemerintah Provinsi Riau berkomitmen memastikan pantun tidak berhenti pada perayaan yang bersifat seremonial semata. Pantun harus hadir dan hidup dalam berbagai ruang kehidupan masyarakat.

“Pantun harus hadir dalam pendidikan, dalam ruang-ruang publik, dalam kegiatan resmi pemerintahan, serta dalam pengembangan ekonomi kreatif berbasis budaya,” ungkap Sekda Syahrial Abdi.

Lebih lanjut, kehadiran pantun di berbagai sektor tersebut akan memperkuat posisi budaya sebagai fondasi pembangunan yang berkelanjutan dan berkarakter. Ia menegaskan bahwa seluruh ikhtiar tersebut dilakukan agar pantun terus hidup secara bermartabat serta tetap relevan dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan akar adat dan nilai luhur yang diwariskan oleh para leluhur.

“Inilah ikhtiar kami agar pantun terus hidup, secara bermartabat, relevan dengan zaman tanpa kehilangan akar adatnya," pungkasnya.*****

 

 

Ikuti LIPO Online di GoogleNews

#Budaya

Index

Berita Lainnya

Index