LIPO - Anggota DPRD Riau, Mardianto Manan, merasa heran fungsi payung elektronik yang dipasang di Masjid Masjid Raya Annur disebut lebih kepada untuk menahan panas terik matahari.
Menurut mantan Manajer Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah (LPJKD) Provinsi Riau itu, dimana-mana payung berfungsi untuk melindungi dari hujan dan panas.
Hal itu disampaikan Mardianto menyikapi pernyataan Kepala Bidang Cipta Karya, Thomas Larfo Dimiera, yang dikutip cakaplah.com, bahwa payung elektrik yang di pasang di masjid Raya Annur tersebut bukan untuk menahan hujan. Dimana ketika ada hujan, payung tersebut dalam keadaan menguncup.
"Menurut saya Kadis PUPR Riau harus menjelaskan kepada publik, mari kita buka-bukaan agar publik tidak menduga yang macam-macam," kata Mardianto kepada liputanoke.com, pada Rabu (29/03/23).
Politisi PAN ini menilai apa yang yang disampaikan pihak PURP Riau kepada media menyikapi persoalan payung elektrik tersebut sebagai bentuk kebingungan.
"Hati-hati, itu masjid loh, anggarannya puluhan miliar lagi," ucapnya mengingatkan.
Mardianto mengatakan, cuaca ekstrim yang terjadi kemarin jangan dijadikan alasan sebagai faktor utama rusaknya payung tersebut. Harus dikaji faktor lain kenapa kontruksi payung tersebut tidak kuat diterpa hujan.
"Perusahaan itu menang dengan harga tertinggi, tentu mutu atau kualitas materialnya harus terukur dan terjamin. Ini kan kenyataan yang kita lihat kan tidak begitu, diterpa hujan aja rusak," jelasnya.
Menurut hemat Mardianto, persoalan payung elektrik itu harus diinvestigasi secara menyeluruh oleh tim independen agar tidak menimbulkan dampak hukum dikemudian hari.
"Termasuk proses lelangnya. Syarat utama dalam mengikuti lelang itu paling tidak ada tiga hal pokok yang dipersyaratkan, pengalaman, spesifikasi, dan modal kerja. Apakah produk yang terpasang tersebut sudah pernah ada uji publik, jaminan mutu harusnya ada, apakah sudah mengikuti proses lelang sesuai dengan ketentuan. Ini dananya besar loh, kok fungsinya cuma untuk menahan panas. Nilainya proyeknya puluhan miliar. Dalam lelang masih ada penyedia yang menawar jauh lebih rendah, kok yang menang penawarannya nilai yang tertinggi, tentu harus ada alasannya," kata Mardianto.
Saat disinggung apakah kerusakan payung elektrik tersebut bisa masuk kategori force majeure, Mardianto dengan tegas menyatakan menurutnya tidak termasuk. Alasannya, kerusakan tersebut terjadi dalam tahap penambahan waktu pelaksanaan.
"Menurut saya tidak masuk (force majeure), ini gagal kontrak. Kecuali peristiwa terjadi dalam masa pelaksanaan kontrak awal. Misalnya kontrak pertama habis 30 Desember 2022, kemudian diterpa badai 27 Desember 2022. Ini kan terjadi penambahan waktu yang kedua. Kontrak awal tidak selesai tambah waktu pertama tak selesai, tambah waktu ketiga juga terancam tak selesai juga," katanya.
Terkait fungsi payung elektrik ini, sebagaimana dikutip situs payungelektrik.my.id, payung masjid elektrik dibuat guna untuk menciptakan suasana outdoor bernuansa mewah dan sarat akan teknologi. Tidak hanya itu, sebagaimana fungsinya sebagai pelindung cuaca payung elektrik ini harus memiliki kekuatan dan tahan dari berbagai cuaca, hujan, hembusan angin, dan faktor lainya.
Untuk payung elektrik, pemilihan bahan baku sangatlah penting. Karena, ukuran payung elektrik sangat berpengaruh pada bahan baku yang digunakan.
Bila merujuk ke fungsi payung elektrik, jelas fungsinya tidak hanya untuk melindungi dari terik matahari, tapi multifungsi.
Namun, fungsi payung elektrik yang dipasang di Masjid Raya Annur ternyata tidak sesangar yang disebutkan pada situs tersebut. Payung tersebut malah rusak parah diterpa hujan.
Bila payung elektrik yang menguras anggaran puluhan miliar tersebut tidak sanggup menahan terpaan cuaca, maka patut dipertanyakan kualitas material yang digunakan.
Payung elektrik yang dipasang di masjid Raya Annur Riau dikerjakan PT Bersinar Jestive Mandiri selaku pihak penyedia harus sudah selesai mengerjakan proyek pada 28 Maret 2023. Proyek payung elektrik ini menelan biaya senilai Rp 42 miliar bersumber dari Anggaran APBD Riau 2022.
Namun sampai akhir 2022 pekerjaan tidak rampung. Kemudian rekanan diberikan kesempatan 50 hari kerja, ternyata proyek senilai Rp 42 miliar itu belum juga selesai, dan kontraktor diberikan kesempatan kedua dan kemungkinan juga tidak selesai. (*1)