Jakarta, LIPO-Sidang gugatan Perkumpulan Hizbur Tahrir Indonesia (HTI) terkait pembubarannya kepada pemerintah kembali digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis (8/2).
Berdasarkan dokumen yang diterima dari Kemenko info pada momen sidang kali ini, ahli syariah yang diajukan Perkumpulan HTI Daud Rasyid Sitorus mengakui bahwa tidak mungkin sistem khilafah dilaksanakan tanpa merebut kekuasaan negara.
"Khilafah itu kekuasaan, bagaimana mungkin tanpa kekuasaan khilafah dapat berdiri," kata Daud di muka persidangan.
Pada persidangan, Daud banyak tidak menjawab pertanyaan yang diajukan kuasa hukum pemerintah dengan dalih tidak sesuai keahliannya.
Salah satunya ketika kuasa hukum pemerintah Hafzan Tahir bertanya, kenapa Daud tidak menjadi anggota HTI padahal dia sepakat dengan konsep khilafah yang diusung.
Ahli lain yang diajukan Perkumpulan HTI adalah pakar sejarah Islam Moeflich Hasbullah. Menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Tri Cahya Indra Permana, Moeflich menjelaskan bahwa saat ini di dunia tidak ada lagi negara yang menganut sistem khilafah. Pengajar di Universitas Islam Negeri Gunung Jati ini juga membenarkan bahwa dalam sistem kekhalifahan nonmuslim serta kaum perempuan akan kehilangan hal untuk memilih dan dipilih menjadi pemimpin.
Sementara itu Kuasa Hukum Pemerintah, I Wayan Sudirta,mengatakan keputusan pemerintah untuk membubarkan HTI sudah tepat. Sebab, lanjut dia, khilafah yang ingin dibangun HTI dapat meniadakan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Tidak boleh ada negara dalam negara, keberadaan HTI menimbulkan konsekuensi hilangnya NKRI,†tegasnya.
Sebagaimana diketahui, 19 Juli 2017 Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM mencabut status badan hukum ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Dengan demikian, HTI resmi dibubarkan pemerintah. Pencabutan dilakukan sebagai tindaklanjut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Pencabutan status badan hukum itu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI.
Keberadaan HTI sendiri di Indonesia dianggap bertentangan dengan Pancasila sebagai dasar negara. Pasalnya, HTI memperjuangkan sistem Khilafah.
Berdasarkan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mayoritas masyarakat Indonesia merasa NKRI dengan dasar Pancasila sebagai dasar negara merupakan bentuk yang terbaik. Hanya 9,2 persen responden yang setuju NKRI diganti menjadi negara khilafah atau negara Islam. Tak hanya di Indonesia, sedikitnya ada 20 negara di seluruh dunia yang melarang Hizburt Tahrir berkembang di negaranya lantaran beberapa alasan, mulai dari dianggap mengancam kedaulatan negara, keterlibatan dalam kudeta hingga keterlibatan dalam aksi terorisme. (lipo*15)