Nyai Djuaesih, Perempuan Pertama Naik Mimbar Pidato di Muktamar NU

Nyai Djuaesih,  Perempuan Pertama Naik Mimbar Pidato di Muktamar NU
Djuaesih/Foto:nu.or.id
LIPO - Usia organisasi Nahdatul Ulama (NU) hampir mencapai satu abad, tepatnya 95 tahun. Nahdlatul Ulama (NU) didirikan oleh Hadrotus Syekh KH. Hasyim Asy’ari pada 31 Januari 1926.

Keberhasilan NU menjadi ormas muslim terbesar di tanah air tidak hanya bergatung pada pengaruh kiai sebagai kaum laki-laki. Dibalik itu,  kekuatan kaum ibu-ibu juga menjadi motor penggerak. Sehingga kaum ibu-ibu menjadi sejarah tersendiri di tubuh NU, dan saat ini melahirkan sebuah organisasi yang kita kenal Muslimat.

Mengutip nu.or.id, cikal bakal lahirnya Muslimat karena adanya keinginan kaum ibu-ibu memperoleh pendidikan yang selaras dengan kaum laki-laki. 

Untuk mewujudkan keinginan  kesamaan pendidikan itu, pada 1946 ibu-ibu di kalangan Nahdlatul Ulama yang didorong para kiai mendirikan organisasi, yaitu Muslimat. Nyai Djuaesih menjadi sosok perintis dan mengetuai Muslimat Nu pada periode 1950-1952.

Nyai Djuaesih pada saat itu tidak begitu menonjol sebagai organisator. Dia lebih populer sebagai mubalighah dalam kepengurusan Muslimat NU Jawa Barat.   

Namun demikian, Nyai Djuaesih memiliki reputasi yang tidak dimiliki banyak perempuan NU karena dialah perempuan pertama yang naik ke mimbar resmi organisasi NU, tepatnya dalam forum persidangan Muktamar ke13 NU di Menes, Banten tahun 1938. Disusul kemudian Nyai Siti Syarah, tokoh perempuan NU dari Menes. 

"Kemudian dari pada itu, tampillah ke muka, Ny Djunaesih, voorzitter (ketua) Muslimat NU Bandung yang telah memerlukan datang di kongres ini, berhubung kecintaan dan tertarik beliau kepadanya. Dengan panjang lebar menerangkan akan asas dan tujuan dari NU adalah suatu perkumpulan yang sengaja mendidik umat Islam ke jurusan agamanya dengan seluas-luasnya. Di dalam agama Islam bukan saja kaum laki-laki yang harus dididik tentang soal-soal yang berkenaan dengan agamanya, bahkan kaum perempuan juga harus mendapat didikan yang selaras dengan kehendak dan tuntunan agama, sebagaimana lakinya. Inilah natinya yang akan dapat membawa keamanan dunia dan akhirat." demikian dalam artikel Berita Nahdlatoel Oelama No 6 tahun ke-10 edisi 19 Januari 1941, hal.4/86. 

Djuaesih lahir pada Juni 1901 di Sukabumi. Djuaesih tidak mengikuti pendidikan formal dan hanya belajar kepada orang tuanya R.O. Abbas dan R. Omara S yang membekalinya dengan ilmu agama.    

Djuaesih memiliki kemampuan alamiah sebagai mubalighah dan cukup terkenal di Jawa Barat. la sering memberikan ceramah agama bagi ibu-ibu di berbagai pelosok Jawa Barat seperti di Pandeglang, Tasikmalaya, Sukabumi, Ciamis, dan Bekasi.    

Persentuhannya dengan NU muncul setelah menikah dengan Danuatmadja alias H. Bustomi, seorang pengurus NU Jawa Barat. 

Dalam berbagai acara organisasi Djuaesih menyertai suaminya. Djuaesih pun merasa bahwa NU perlu mengorganisasi para perempuannya agar bisa ikut bersama-sama berdakwah.   

Djuaesih mempunyai sumbangan besar dalam gerakan perempuan di lingkungan NU dengan gagasannya mendirikan organisasi khusus bagi kaum hawa di lingkungan NU.    

Menurutnya, NU mempunyai kewajiban untuk berdakwah menyebarkan ajaran Islam, dan itu bukan hanya tanggung jawab kaum pria. Karena itu, Djuaesih mengusulkan agar perempuan NU dapat menjadl anggota dan aktif serta memiliki wadah organisasi sendiri.    

Dalam forum Muktamar NU di Menes tersebut, sebagaimana dilukiskan Mahbib Khoiron yang mengutip "50 Tahun Muslimat NU, Berkhidmat untuk Agama, Negara & Bangsa", 1996 (Jakarta: PP Muslimat NU), Djuaesih menyatakan, di dalam agama Islam, bukan saja kaum laki-laki yang harus dididik mengenai pengetahuan agama dan pengetahuan lain. Kaum wanita juga wajib mendapatkan didikan yang selaras dengan kehendak dan tuntutan agama."

"Karena itu, kaum wanita yang tergabung dalam Nahdlatul Ulama mesti bangkit," Kata Mahbib Khoiron mengambarkan.

Meskipun menjadi salah satu perintis organisasi perempuan NU, Djuaesih tidak menduduki jabatan tertentu pada kepengurusan pertama Muslimat NU Jawa Barat. Baru pada periode 1950-1952 Djuaesih menjabat sebagai ketua.  (*1/***)



Sumber: nu.or.id

Ikuti LIPO Online di GoogleNews

Berita Lainnya

Index