Pasien TBC di Kota Pekanbaru Capai 4.906 Orang, DPPM Komitmen Menuju Eliminasi TBC 2030

Pasien TBC di Kota Pekanbaru Capai 4.906 Orang, DPPM Komitmen Menuju Eliminasi TBC 2030
Pertemuan komunitas dan pemangku kepentingan Jejaring DPPM dalam konferensi pers, pernyataan bersama upaya kolaborasi penanggulangan Tuberkolosis di Kota Pekanbaru, Selasa, 05/12/2023./lipo

PEKANBARU,LIPO - Penyakit Tuberkulosis (TBC) membutuhkan penanganan menyeluruh dengan melibatkan berbagai pihak. Apalagi TBC merupakan permasalahan serius dalam kesehatan masyarakat, baik di tingkat global maupun di Indonesia.

Berdasarkan data, jumlah terduga TBC di Provinsi Riau berjumlah 165.640 dan di Kota Pekanbaru berjumlah 35.416, pasien ternotifikasi di Provinsi Riau berjumlah 14.609 pasien dan Kota Pekanbaru berjumlah 4.906 Pasien, dengan jumlah pasien yang diobati sejumlah 12.536 pasien di Provinsi Riau dan 3.959 pasien di Kota Pekanbaru (Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) Dinas Kesehatan Provinsi Riau).

Data tersebut terungkap pada acara pertemuan komunitas dan pemangku kepentingan  Jejaring DPPM dalam konferensi pers, pernyataan bersama upaya kolaborasi penanggulangan Tuberkolosis di Kota Pekanbaru, Selasa, 05/12/2023.

Hadir padacara tersebut Plt Kabid PM Diskes Kota Pekanbaru, fasilitator dr Yetty Rohayati, Sp.KKLP dan SSR Yayasan Sebayang Lancang Kuning yang dihadiri perwakilah rumah sakit dan Puskesmas di Kota Pekanbaru.

Sementara itu, angka kematian untuk kasus TBC di Kota Pekanbaru tahun 2023 ini mencapai 85 orang..Namun angka itu menurun bila dibandingkan dengan kasus tahun 2022 lalu yang mencapi 143 korban meninggal.

Pemerintah terus berupaya mengatasi masalah ini salah satunya dengan menerapkan pendekatan District-based Public Private Mix (DPPM), yang melibatkan semua jenis fasilitas layanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta. Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk meningkatkan akses layanan kesehatan yang berkualitas dan berorientasi pada pasien.

Dengan menerapkan DPPM, diharapkan penemuan kasus, notifikasi, dan tingkat keberhasilan pengobatan TBC dapat meningkat. Dalam Strategi Nasional Eliminasi Tuberkulosis 2030, salah satu dari tujuh strategi yang diusulkan adalah melibatkan organisasi masyarakat dengan membangun jejaring antara layanan kesehatan swasta dan organisasi masyarakat.

Dalam rangka mendukung DPPM, Principal Recipient (PR) Konsorsium Penabulu-STPI (Stop TB Partnership Indonesia) ikut serta mengambil peran sebagai pihak komunitas.

Merujuk pada dokumen Operational Plan 2021-2023, komunitas mendapatkan mandat untuk melakukan kegiatan advokasi dan kemitraan dalam jejaring DPPM serta upaya pelacakan pasien Lost to Follow Up (LTFU) dari Fasilitas Kesehatan (Faskes) Pemerintah dan Swasta. Lebih lanjut, pasien LTFU yang dimaksud adalah: 
Lost to Follow Up (LTFU) sebelum pengobatan dimulai, yakni pasien yang telah ternotifikasi (tegak diagnosa sakit TBC) dan tidak segera melakukan pengobatan.

Kemudian Lost to Follow Up (LTFU) setelah atau masa pengobatan, yakni pasien yang putus berobat pada masa pengobatan berjalan. 



Dalam konteks ini, Principal Recipient (PR) Konsorsium Penabulu-STPI (Stop TB Partnership Indonesia) bersama dengan Sub Recipient (SR) Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Daerah Riau dan Sub-Sub Recipient (SSR) Yayasan Sebaya Lancang Kuning, mengambil peran aktif sebagai bagian dari komunitas dengan melakukan advokasi.

Kemudian membentuk kemitraan dalam jejaring DPPM melalui kegiatan pelacakan pasien yang tidak melanjutkan pengobatan atau disebut dengan Lost To Follow Up (LTFU) untuk kembali melakukan pengobatan, upaya penemuan kasus TBC baru melalui kegiatan Invetigasi Kontak pada pasien TBC terkonfirmasi Bacteryologys, memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai infeksi laten Tuberkulosis dan Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT).

Dan melakukan pendampingan kepada pasien TBC dalam melakukan pengobatan hingga sembuh. Pendekatan ini didasarkan pada Panduan Penerapan Jejaring Layanan TBC di Fasilitas Kesehatan Pemerintah dan Swasta Berbasis Kabupaten/Kota yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2019.

Untuk meningkatkan akses terhadap layanan TBC yang berkualitas dan tingginya angka pasien yang melakukan pengobatan ke fasilitas kesehatan swasta, diperlukan integrasi antara semua layanan di tingkat kabupaten/kota.

Implementasi DPPM oleh Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, yang melibatkan berbagai jenis fasilitas kesehatan, adalah langkah positif untuk memperluas layanan TBC yang sesuai dengan standar penanganan pasien TBC.

DPPM di Kota Pekanbaru pada bulan Maret 2023 sebanyak 21 Puskesmas, dan 6 Rumah Sakit Pemerintah/Swasta yang terlibat dalam jejaring DPPM bersama Komunitas, terdapat perkembangan yang signifikan pada bulan November 2023 sebanyak 21 Puskesmas, 24 Rumah Sakit dan 9 Klinik yang telah melakukan kerja sama dalam upaya DPPM untuk menuju Eliminasi TBC 2030.

Tentu nya hal ini tidak luput dari dukungan dan kolaborasi dari berbagai pihak. Diantaranya: Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, Puskesmas, Dokter Praktek Mandiri (DPM), Klinik, Organisasi Profesi, Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI), Asosiasi Klinik (ASKLIN), dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI).

Dengan kontribusi Komunitas sebanyak 647 Pasien TBC terkonfirmasi Bacteryologys sudah dilakukan Investigasi Kontak oleh kader, sebanyak 747 kasus TBC baru ditemukan, sebanyak 12 balita Kontak Serumah mendapatkan Terapi Pencegahan Tuberculosis (TPT) dan 59 pasien LTFU berhasil dilacak dan 11 pasien kembali melakukan pengobatan.  

Komunitas berkomitmen mendukung upaya Eliminasi TBC 2030 di Provinsi Riau khusus nya di Kota Pekanbaru melalui jejaring DPPM.(*3)

 

 

 

 

Ikuti LIPO Online di GoogleNews

#Diskes Kota Pekanbaru

Index

Berita Lainnya

Index