Mangkir Rapat, DPRD Ancam Laporkan PT Hutahaean ke Kejati Riau

Mangkir Rapat, DPRD Ancam Laporkan PT Hutahaean ke Kejati Riau
RDP di DPRD Riau/F: LIPO

PEKANBARU, LIPO - Komisi II DPRD Riau menyatakan kekecewaannya terhadap PT Hutahaean yang mangkir dari panggilan rapat terkait polemik lahan di tiga desa di Kecamatan Tambusai, Rokan Hulu (Rohul), Senin 26 Mei 2025. 

Akibatnya, DPRD Riau berencana melaporkan perusahaan tersebut ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau atas dugaan kerugian masyarakat dan negara.

Adam Safaat, Ketua Komisi II DPRD Riau, mengungkapkan kekesalannya atas pembatalan rapat secara mendadak oleh PT Hutahaean, yang beralasan merayakan ulang tahun. 

"Sangat disayangkan sudah diundang jauh hari PT Hutahaean mendadak membatalkan rapat. Tidak hadir dengan alasan merayakan ulang tahun. Mestinya ulang tahun bisa diketahui jauh hari. Ini tata cara yang tidak profesional," tegas Adam Safaat, saat rapat dengar pendapat (hearing) bersama BPN dan perwakilan masyarakat. 

Rapat ini dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Riau, Budiman Lubis, Hasby Assodiqi, dan Siti Aisyah.

Adam menjelaskan, masalah utama PT Hutahaean adalah kepemilikan kebun yang berada di luar Hak Guna Usaha (HGU) mereka. Kebun ini diduga tidak memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) maupun izin lainnya, namun perusahaan tetap memanen hasilnya sejak 19 tahun lalu. Sementara itu, masyarakat sekitar tidak mendapatkan manfaat apapun dari kebun yang seharusnya menjadi bagian mereka.

"Mereka punya kebun yang bermasalah dengan masyarakat di luar HGU yang sampai sekarang tidak ada IUP dan izinnya, tapi mereka tetap memanen mendapatkan hasil sejak 19 tahun lalu," jelas Adam.

Ia menambahkan, perjanjian kerja sama dengan masyarakat yang seharusnya memberikan manfaat atau bantuan, termasuk program Corporate Social Responsibility (CSR), juga tidak diindahkan oleh perusahaan.

Dari total 800 hektare lahan yang diklaim masyarakat sebagai bagian mereka di luar HGU, seharusnya masyarakat mendapatkan 65 persen dan perusahaan 35 persen. Namun, kenyataannya PT Hutahaean mengelola dan mengambil hasil dari seluruh 800 hektar tersebut.

Wakil Ketua DPRD Provinsi Riau, Budiman Lubis, menegaskan akan melaporkan PT Hutahaean ke Kejati Riau. Laporan ini terkait dugaan kerugian masyarakat dan negara akibat penggunaan lahan pemerintah secara ilegal.

Budiman menjelaskan, PT Hutahaean pernah membuat perjanjian kerja sama dalam konteks Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA) dengan masyarakat di tiga desa tersebut. Dalam perjanjian itu, disepakati 2.380 hektare lahan dengan pembagian 65 persen (1.450 hektar) untuk masyarakat dan 35 persen (825 hektare) dikelola perusahaan.

"Tetapi dalam pelaksanaannya, lahan untuk masyarakat itu tidak pernah ada. Ternyata itu lahan HPT (Hutan Produksi Terbatas) dan HPK (Hutan Produksi yang dapat Dikonversi)," ungkap Budiman.

Masyarakat telah berupaya mediasi agar lahan seluas 825 hektare tersebut dibagi sesuai perjanjian 65:35, namun perusahaan menolak. 

"Selama 23 tahun kemitraan itu ternyata tidak berjalan. Kalau dihitung sesuai masa hasil, maka masyarakat sudah merugi selama 19 tahun," jelasnya.

Budiman menaksir kerugian masyarakat dan negara bisa mencapai triliunan rupiah, termasuk potensi pajak dan HGU yang tidak dapat diambil karena lahan tersebut digunakan secara ilegal. Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) lanjutnya juga telah memasang plang di lokasi, Dan masyarakat berhak Satgas segera melakukan eksekusi karena sampai saat ini belum ada tindak lanjut seperti penyitaan lahan.

"Itulah yang diadukan oleh masyarakat pada rapat di Komisi II DPRD Provinsi Riau tadi," pungkas Budiman.*****

 

Ikuti LIPO Online di GoogleNews

#Sawit

Index

Berita Lainnya

Index