PEKANBARU, LIPO - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau memberikan catatan kritis terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau Tahun 2026 yang disahkan senilai Rp 8,321 triliun.
Pengesahan APBD ini terjadi di tengah defisit anggaran mencapai Rp 1,2 triliun akibat pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD) dari pemerintah pusat.
"Tantangan defisit ini harus menjadi momentum perbaikan tata kelola dan peningkatan kualitas belanja. APBD harus dikelola secara lebih transparan, akuntabel, dan berbasis kinerja agar prioritas kesejahteraan rakyat benar-benar tercapai," tegas Gusmansyah, Deputi Koordinator Fitra Riau, dalam rilis resmi, Kamis 4 Desember 2025.
Analisis Fitra menunjukkan APBD 2026 masih didominasi belanja operasional. Dari total belanja Rp 8,321 triliun, belanja operasional menyerap Rp 6,220 triliun, sementara belanja modal hanya Rp 691,9 miliar.
"Dominasi belanja operasional ini menyempitkan ruang fiskal untuk investasi publik jangka panjang. Saat defisit terjadi, belanja modal yang berdampak luas bagi masyarakat kerap dikorbankan," jelas Gusmansyah.
Ketergantungan pada Komoditas Rentan
Sisi pendapatan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) ditargetkan Rp 5,279 triliun dengan sumber utama pajak daerah sebesar Rp 4,033 triliun. Fitra menilai struktur ini masih rentan karena ketergantungan Riau yang tinggi pada sektor sawit, perkebunan, dan migas yang fluktuatif terhadap harga global.
"Ketergantungan pada komoditas tidak stabil membuat PAD rentan terguncang. Perlu perbaikan administrasi pajak dan diversifikasi basis ekonomi agar pendapatan lebih berkelanjutan," paparnya.
Desakan Transparansi Atas Dampak Defisit
Menyikapi defisit Rp 1,2 triliun, Fitra Riau mendesak Pemerintah Provinsi Riau untuk membuka data secara komprehensif kepada publik. Transparansi itu meliputi dokumen lengkap perhitungan defisit, rencana penyesuaian belanja, prioritas program yang dipertahankan, dampak terhadap layanan publik, serta strategi penutupan kekurangan anggaran.
"Defisit anggaran bukan sekadar isu teknis, tetapi menyangkut hak publik atas layanan dasar. Pemerintah wajib menjelaskan bagaimana refocusing dan realokasi belanja dilakukan," tegas Gusmansyah.
Rekomendasi Perbaikan
Fitra Riau memberikan sejumlah rekomendasi strategis untuk meningkatkan akuntabilitas APBD 2026:
1. Efisiensi Belanja Operasional: Melakukan audit efisiensi terhadap belanja pegawai, rutin, perjalanan dinas, honorarium, dan pengadaan barang/jasa. Program yang tidak berorientasi hasil harus dihentikan.
2. Prioritaskan Belanja Modal Produktif: Fokuskan belanja modal pada infrastruktur dasar, kesehatan, pendidikan, air bersih, dan penguatan ekonomi lokal.
3. Tingkatkan Transparansi Anggaran: Publikasikan data realisasi anggaran secara berkala dan perkuat sistem e-budgeting serta e-planning yang dapat diakses dan dipantau masyarakat.
"Kami mendorong Pemprov Riau mewujudkan APBD yang transparan, akuntabel, dan berpihak pada kepentingan masyarakat. Defisit bukan alasan mengorbankan layanan publik, melainkan momentum untuk efisiensi, perbaikan tata kelola, dan inovasi pendapatan daerah,"tutup Gusmansyah.*****